Selasa, 28 Juli 2015
Malam hari, pukul 22.19 WIB, tulisan ini mulai diketik di laptop. Kelas “Ananda’s Neo Stress Management” di Anand Ashram Sunter telah selesai pukul 21.00 WIB tadi. Kali ini berbeda, ditutup dengan Doa Bersama untuk Mbak Natalie, seorang sahabat yang telah mendahului, telah melanjutkan perjalanan pada pukul 03.15 WIB pagi tadi.
Saya teringat pernah membaca pengakuan Pak B.J. Habibie yang menulis buku “Habibie & Ainun”. Beliau mengaku bahwa buku tersebut ditulis atas saran dari dokter, saran agar beliau menumpahkan isi hatinya dalam bentuk tulisan sebagai terapi untuk kehilangan tersebut.
Saya bisa memahami perasaan Pak Habibie karena saya pun pernah ditinggal oleh almarhum Mama pada tahun 2006 silam. Dan kali ini, kembali ada seorang yang saya sayangi dan hormati, Mbak Natalie yang mendahului. Lebih dari sekadar terapi bagi saya, tulisan ini juga adalah apresiasi saya untuk beliau, rasa hormat yang belum sempat tersampaikan sebelum Mbak Nat (demikian saya selalu memanggilnya, walau usia kami terpaut jauh).
Pertemuan Pertama: Kelas Meditasi AKIC Bandung
Berpakaian hitam, rambut sebahu, bertato, dan berwajah muram. Itulah kesan pertama saya saat berjumpa Mbak Nat untuk pertama kalinya pada tanggal 1 November 2012. Hari itu hari Kamis, hari latihan rutin Ananda’s Neo Stress Management yang diselenggarakan AKIC Bandung (yang berlangsung tahun 2012-2013). Adalah Mbak Savitri, manajer dari Cafe Reading Lights, yang mengenalkan saya pada Mbak Nat. “Mbak Nat sepertinya butuh meditasi,” demikian ujar Mbak Savitri.
Akhirnya setelah berbincang, Mbak Nat setuju untuk ikut kelas. “Saya tidak pernah ikut meditasi sebelumnya,” kata Mbak Nat dengan logat Sunda. Syukurlah beliau bisa merasakan manfaat latihannya. Dan saya masih ingat persis testimoninya setelah mengikuti kelas malam itu. Sebuah kalimat yang bahkan ternyata beliau lupa sampai saya ingatkan lagi beberapa bulan terakhir.
“Mas IU, jujur saya memang disarankan Mbak Vitri untuk ikut kelas meditasi karena sedang ada masalah. Awalnya saya ok, tapi begitu saya tahu ini adalah meditasi ala Pak Anand Krishna, saya agak ragu, apalagi pemberitaan tentang Pak Anand di TV kan jelek. Tapi setelah saya mengikuti latihan ini, merasakan indahnya, saya jadi yakin bahwa tidak mungkin pencipta latihan ini melakukan hal yang dituduhkan di TV. Beliau pasti orang baik,” ujarnya saat itu.
Ya, semenjak saat itu, Mbak Nat mulai mengikuti kelas. Secara reguler. Beliau membuktikan testimoninya. Itulah Mbak Nat yang selalu straight-forward, tidak berbasa-basi, bukan mengatakan testimoni untuk menyenangkan saya. Tapi memang itulah yang beliau rasakan. Dan benar-benar beliau pegang kalimat tersebut. Selama 2013-2014, beliau menjadi peserta yang sangat aktif. Nyaris tidak pernah tidak hadir dalam kelas.
New Natalie: Berubah Jadi Lebih Baik
Demikian, berawal dari latihan bersama, Mbak Nat kemudian rajin sekali membeli dan membaca buku-buku karya Pak Anand Krishna. “Ingin tahu lebih banyak,” alasannnya. Tak jarang ia membeli 2-3 buku untuk 1 judul karena ternyata diberikan pada anak-anaknya, bahkan satu di antara anaknya, yaitu Tascha pun mengikuti kelas meditasi.
Butuh waktu beberapa lama sampai Mbak Nat bercerita pada saya, “Mas, dulu hidup aku sedemikian parah, aku sering pulang berjalan kaki ke Ciumbuleuit, sengaja tidak naik angkot, supaya aku bisa menangis sambil jalan pulang. Tetapi meditasi membantu aku berubah lebih baik. Anak-anakku juga bilang aku jadi lebih sabar.”
Saya ikut gembira, penampilan Mbak Nat pun ikut berubah seiring berubahnya beliau. Tidak lagi gloomy, lebih ceria. Bahkan satu kesempatan, Mbak Nat ikut retreat di One Earth, Ciawi. Dan pulangnya dia berujar bahwa dia tidak akan menghitamkan rambut lagi karena terinspirasi oleh Bu Norma, fasilitator retreat yang tidak menghitamkan rambut. Membiarkan alami apa adanya.
Sampai beberapa bulan lalu, Mbak Nat baru membuka satu rahasia lagi, “Dulu saya pemabuk dan perokok, dan meditasi membantu saya berhenti. Kalau ada yang bilang ga bisa berhenti, saya bilang ‘bohong, itu belum pernah meditasi!'”
Dalam kejujurannya, ketekunannya berlatih meditasi, dan blak-blakannya mengakui dampak meditasi, Mbak Nat sungguh menginspirasi. Mbak Nat menjadi pengingat di kala semangat mulai kendur, dan rasa malas menyergap.
“Mas IU, kapan ada acara lagi di Bandung? Kapan ada meditasi lagi?”
Demikian Mbak Nat selalu bertanya. Sejak 2014, latihan reguler di AKIC Bandung dihentikan. Semenjak saat itu Mbak Nat senantiasa menyelipkan pertanyaan itu pada saya. Dan selalu gembira dan mendukung penuh setiap kali ada acara di Bandung. Talkshow buku, seminar, workshop, selalu ia dukung.
Tapi bukan Mbak Nat kalau gampang menyerah dan berhenti berbagi. Ia kemudian jadi cukup aktif mondar-mandir Bandung-Jakarta, Bandung-Ciawi demi berbagai program meditasi. Mbak Nat ikut attunement Neo Zen Reiki, ikut program Crystal Therapy, dan mulai berbagi berkah. Beliau mulai menjalani “Be Joyful and Share Your Joy with Others!” yang digaungkan Pak Anand Krishna.
Tidak henti-hentinya Mbak Nat berusaha mengumpulkan teman-teman Bandung. Agar tetap membahas buku, agar tetap bisa duduk hening meditasi sejenak, agar tidak putus hubungan dengan Anand Ashram, dengan Bapak Anand Krishna, dengan meditasi.
Belakangan ini malah Mbak Nat ingin ada Free Healing di Bandung, ingin mengajak lebih banyak orang ikutan meditasi ke Ciawi, ingin ada crash program meditasi & yoga di Bandung. Ah, betapa Mbak Nat tidak egois! Beliau ingin berbagi manfaat, berbagi berkah, berbagi sesuatu yang telah mengubahnya jadi lebih baik.
Selamat Jalan, Mbak Nat!
Sabtu, 11 Juli 2015 , tiba-tiba Mbak Nat mengalami pecah pembuluh darah otak alias aneurisma. Sempat koma, tetapi ia sadar keesokan harinya. Bahkan sempat BBM agar diReiki dari jauh, permintaan yang saya lakukan dengan senang hati. Teman-teman Anand Ashram pun besuk ke RS Boromeus Bandung. Ia kemudian bisa pulang ke rumah.
Kamis, 23 Juli 2015, Mbak Nat kembali diopname. Kali ini di RSHS, untuk diobservasi sebelum diputuskan apakah akan dioperasi untuk mengantisipasi meluasnya aneurisma dan memperbaiki pembuluh darah yang pecah sebelumnya. Saya masih kontak dengan Tascha. Saya belum bisa menjenguk karena paman saya wafat.
Selasa, 28 Juli 2015, pukul 06.30 saya terbangun oleh telepon dari Bu Maya Mucthar (Archana). “Mbak Natalie wafat,” demikian katanya. Saya membaca BBM, Tascha rupanya mengabari saya pukul 03.00…. Ya, Mbak Nat sudah pergi… Jam 11 WIB, saya sudah di Bandung bersama Mbak Imus, Mbak Afni, dan Koh Wito. Menangis di pusara… Berdoa… Hanya itu yang bisa saya lakukan…
Masih banyak rencana yang belum terwujud. Masih ada setumpuk harapan untuk mengadakan kegiatan di Bandung. Masih ada keinginan beliau untuk bernyanyi di Sindhi Sufi Mehfil…
Selamat jalan, Mbak Nat! Entah kita akan berjumpa lagi atau tidak…
Saya belajar darimu, banyak sekali… Perjumpaan kita di kehidupan ini singkat, hanya 3 tahun dari 29 tahun umur saya, dan 55 tahun umurmu, Mbak… Tapi bagaikan Shooting Star, Bintang Jatuh, yang sekejap melintas, namun selalu dikenang karena sinarnya cerah kemilau, itulah 3 tahun persahabatan kita.
Aku baru ingat bahwa dirimu tidak pernah pamit kepadaku. Waktu retreat Zen, pertemuan terakhir kita, justru saat itu dirimu tidak mengucapkan “Sampai Jumpa, Mas IU!” seperti biasanya. Mungkin firasatmu…
Selamat jalan, Mbak Nat! Doa saya menyertai… Titip salam buat almarhum mama kalau bertemu di sana.
Recent Comments